Buku Filosofi teras, Filsafat Yunani , Foto doc. orami.co.id |
Dari situ ia mempelajari filsafat lain dan kemudian menyebarkan ilmu ke masyarakat. Ia senang mengajar di sebuah teras berpilar, dalam bahasa yunani disebut Stoa. Dari situlah lahir istilah Stoisisme, diterjemahkan menjadi Filosofi Teras
Lanjut pada pembahasan Dalam Filosofi Teras dalam konteks narasi "Setiap kejadian itu netral, yang membuat buruk adalah persepsi Anda"
Ada pemisahan antara apa yang bisa ditangkap oleh indra kita (impression) dan interpretasi atas apa yang Anda lihat dan dengar tersebut (representation).
Manusia sering gagal memisahkan keduanya. Seringnya manusia memberikan interpretasi dari sebuah peristiwa yang dialami banyak menjadikan sebuah peristiwa terlihat buruk.
Sebenarnya segala keresahan dan kekhawatiran akan suatu hal bersumber dari pikiran Anda. Suatu kejadian dipandang buruk ketika persepsi Anda menyebutnya seperti itu, karna alam merespon tentang apa yang kamu pikirkan.
Misalnya saja Anda menganggap peristiwa dipecat itu sial. Dalam hal ini, “Dipecat” adalah impression, fakta yang bisa ditangkap indra tetapi “sial” adalah representation, sudah ada penilaian subjektif.
Tapi, tenang saja. Anda memiliki kekuatan untuk mengubah pikiran dan persepsi kapan pun juga. Yang harus Anda sadari adalah perasaan susah, khawatir, cemas, iri hati dan lain-lain datangnya dari pikiran Anda sendiri.
Dan Hal baiknya , Anda sebenarnya mampu mengubah pikiran Anda tanpa harus mengubah peristiwa eksternal yang telah terjadi.
Filosofi Teras berkeyakinan bahwa Anda bukanlah sekoci / perahu penyelamat kecil tak berdayung dan tak berlayar yang pasrah digoyang kesana sini saat diterjang badai “Peristiwa Hidup”.
Anda bukanlah makhluk pasif yang dibawa senang, sedih, dan marah oleh hal-hal eksternal. Anda bisa aktif menentukan respon terhadap peristiwa-peristiwa dalam hidup Anda.
Ketika Anda mengalami suatu kejadian yang Anda anggap buruk, Anda bisa menelusuri persepsi penyebabnya. Selanjutnya, persepsi Anda bisa didebat, ditentang, dan diubah, Emosi negatif bukan lagi sesuatu yang harus “diperangi” tetapi bisa “diselidiki dan dikendalikan” dari sumbernya. Karena, emosi negatif adalah nalar yang tersesat dan buntu.
Cobalah Anda interpretasikan kembali peristiwa yang bisa Anda kendalikan. Ibaratnya Anda sedang menulis ulang drama kehidupan Anda sendiri. Misalnya Anda dipecat, ada alternatif interpretasinya yaitu “Lumayan dapet pesangon, bisa nyoba bisnis online.” atau bisa juga “Ini kesempatan mengubah karier ke bidang yang saya mau.”
Interpretasi ulang ini bukan usaha Anda menghindari kenyataan. Fakta bahwa Anda dipecat memang benar adanya namun Anda memiliki kendali atas makna apa yang hendak Anda lekatkan pada peristiwa tersebut.
Dari makna inilah timbul perasaan dan emosi Anda. Jika Anda memberi makna yang negatif, maka Anda akan merasa marah, kecewa, atau putus asa. Namun, jika Anda memberi makna yang positif, maka Anda akan merasa terinspirasi, lebih sabar, lebih semangat, dan tidak menyerah. Pilihan nalar itu sepenuhnya ada di tangan Anda.
(Ez/naratawa)
Baca Juga di Google News atau indek berita