Iklan

Iklan feed

,

Iklan

Kegigihan Melanie Perkins Membangun Aplikasi Canva, Menjadi salah satu orang terkaya di dunia - Naratawa.id

Naratawa
Rabu, 17 Januari 2024, Januari 17, 2024 WIB Last Updated 2024-01-17T17:25:30Z
Melanie Perkins, CEO Desain Grafis Canva
Naratawa.id - Kesuksesan aplikasi Canva dalam dunia desain membuat Melanie Perkins menjadi salah satu orang terkaya di dunia.
Aplikasi yang digunakan lebih dari 60 juta pengguna itu kini menjadi salah satu alternatif bagi yang masih awam menggunakan Adobe Express.

Diluncurkan pada 2013 silam, Canva memiliki segudang fitur dan tools memudahkan dalam pembuatan desain. 

Latar belakang Melanie Perkins


Dilansir dari berbagai sumber media sosial, Melanie Perkins lahir dan tumbuh di keluarga multikultural. 

Ayahnya berasal dari Malaysia, sementara sang Bunda berasal dari Australia. Kedua orang tuanya memiliki latar belakang di industri teknik dan pendidikan.

Perkins sudah memiliki jiwa wirausaha sejak dini. Sejak masih kecil, wanita kelahiran 1987 ini sudah memulai menjalankan bisnis.

Bisnis pertama Perkins dilakukan saat ia berusia 14 tahun. Saat itu, ia menjual syal buatan tangan di sekitar pasar Perth, Australia.

Perkins sekolah di Sacred Heart College. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di University of Western Australia, dengan mengambil jurusan komunikasi, psikologi, dan perdagangan.

Saat kuliah, Perkins aktif mengajar siswa desain komputer dasar sebagai bagian dari jurusannya. Dari situlah, ia mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan platform Canva.

Perkis merasa ingin mengembangkan aplikasi desain grafis yang lebih mudah dan efisien setelah melihat murid-muridnya berjuang untuk menggunakan Adobe Photoshop dan platform desain kompleks lainnya.

Jatuh bangun Perkins mendirikan Canva


Pada 2007, Perkins lalu mendirikan Fushion Books bersama Cliff Obrect, yang kini menjadi suaminya. Bunda perlu tahu, Fusion Books adalah platform yang memungkinkan siswa mendesain buku tahunan sekolah mereka sendiri dengan menggunakan alat drag-and-drop yang menampilkan berbagai template desain.

Kegigihan Perkins tak berakhir sampai Fushion Books tercipta. Ia kemudian mulai
terhubung dengan orang-orang di perguruan tinggi dan universitas untuk mendapatkan klien baru untuk bisnisnya.

Fusion Books pun mulai berkembang dan menjadi perusahaan buku tahunan terbesar di seluruh Australia. Namun, bisnisnya ini sempat mengalami kehabisan dana untuk berkembang.

Perkins dan Obrect lalu mencari bantuan dari pemodal ventura. Namun sayangnya, tidak ada pemodal yang setuju dan mau membantu bisnisnya, Bunda.

Nah, selama periode itu, Perkins dan Obrect akhirnya memutuskan mengganti nama Fushion Books menjadi Canva Inc. 

Keduanya kembali berjuang mencari investor kembali setelah berubah nama. Namun, perjuangan pasangan ini tidak mudah.

Peluang kemudian muncul ketika investor terkemuka Bill Tai mengunjungi Perth pada 2011 untuk menilai kompetisi start-up.
Perkins dan Obrecht berhasil mengajukan Canva saat makan malam yang diselenggarakan Tai tetapi lagi-lagi tidak menerima dana.

Dari Bill Tai, Perkins mendapat undangan ke pertemuan kite-surfing di mana banyak investor teknologi lainnya juga bergabung.

Beberapa dari pertemuan ini diadakan di Silicon Valley, di mana Perkins dan Obrecht menyentuh setiap kesempatan yang mereka bisa, tetapi tetap tidak bisa mendapatkan bantuan.

Hingga akhirnya, pada 2012, seorang mantan eksekutif Google bergabung yakni Cameron Adams yang memiliki keahlian teknis yang relevan.

Setelah dua putaran pendanaan awal, perusahaan secara resmi diluncurkan pada 2013. Perkins menjadi CEO Canva.

( ez/naratawa )
Baca Juga di Google News atau indek berita

Iklan ads