Foto sumber pinterest |
Naratawa.id - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) resmi memberlakukan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional sejak Rabu, 27 Maret 2024. Ketetapan itu tertuang dalam Peraturan Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum untuk Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah. Lantas, apa perbedaan Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum 2013 (K-13) ?
Perbedaan Kurikulum Merdeka dengan K-13 :
Melansir laman Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Jawa Tengah, terdapat lima faktor yang membedakan antara Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum 2013. Berikut daftarnya:
1. Kerangka Dasar
K-13 dirancang dengan landasan utama sebagai tujuan sistem pendidikan nasional dan standar nasional pendidikan. Sementara Kurikulum Merdeka dirancang sebagai landasan utama bagi sistem pendidikan nasional, standar nasional pendidikan, dan pengembangan Profil Pelajar Pancasila pada peserta didik.
2. Kompetensi yang Dituju
Kurikulum 2013 memiliki kompetensi dasar (KD) berupa lingkup dan susunan yang diklasifikasikan pada empat kompetensi inti (KI), meliputi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.
Sementara Kurikulum Merdeka mempunyai capaian pembelajaran bagi pendidikan anak usia dini (PAUD) yang dinyatakan dalam paragraf yang menyatakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk meraih, menguatkan, dan meningkatkan kompetensi anak usia dini dalam nilai agama dan moral, perkembangan dan identitas diri, serta kompetensi numerasi, literasi, sains, rekayasa, teknologi, dan seni.
Kemudian, capaian pembelajaran bagi peserta didik sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), atau sederajat dinyatakan dalam paragraf yang menyatakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk meraih, menguatkan, dan meningkatkan kompetensi.
3. Struktur Kurikulum
Pada K-13, jam pelajaran PAUD diatur selama 900 menit per minggu, sedangkan untuk jenjang SD, SMP, SMA, SMK, atau sederajat diatur per minggu. Adapun pengaturan alokasi waktu pembelajaran peserta didik jenjang pendidikan dasar hingga menengah dilakukan secara rutin setiap minggu di setiap semester oleh sekolah, sehingga siswa akan menerima hasil penilaian setiap mata pelajaran di setiap semester.
Sementara itu, struktur Kurikulum Merdeka dibagi menjadi dua kegiatan pembelajaran utama, yaitu pembelajaran rutin atau reguler yang merupakan kegiatan intrakurikuler dan proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila. Khusus jenjang SMK, struktur kurikulum dibagi menjadi dua, meliputi kelompok mata pelajaran umum dan kelompok mata pelajaran kejuruan.
Jam pelajaran bagi PAUD sesuai dengan ketentuan Kurikulum Merdeka juga diatur 900 menit per minggu. Sedangkan jam pelajaran di SD, SMP, SMA, SMK, atau sederajat diatur setiap tahun. Sekolah dasar hingga menengah dapat mengatur alokasi waktu pembelajaran secara fleksibel untuk mencapai jumlah jam pelajaran yang ditetapkan.
4. Pembelajaran
Dari sisi pembelajaran, Kurikulum 2013 memiliki pendekatan saintifik. Sementara Kurikulum Merdeka untuk jenjang PAUD, sekolah dapat mengimplementasikan berbagai bentuk pendekatan pembelajaran.
Kemudian, pembelajaran Kurikulum Merdeka khusus jenjang sekolah dasar hingga menengah terdiri dari dua, yaitu menguatkan pembelajaran terdiferensiasi sesuai dengan tahap capaian siswa serta paduan antara pembelajaran intrakurikuler (sekitar 70-80 persen jam pelajaran) dan kokurikuler melalui proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila (sekitar 20-30 persen jam pelajaran).
5. Penilaian
Penilaian pada K-13 bagi peserta didik PAUD dilakukan dengan pencatatan penilaian proses dan hasil belajar perkembangan siswa yang dimasukkan ke dalam format ringkasan penilaian mingguan atau bulanan untuk dibuat kesimpulan sebagai basis laporan perkembangan siswa kepada orang tua.
Berikutnya, pada peserta didik SD, SMP, SMA, SMK, atau sederajat dilakukan penilaian formatif dan sumatif oleh guru yang berfungsi untuk memantau perkembangan dan hasil belajar, serta mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar secara berkesinambungan. Selain itu, menguatkan pelaksanaan penilaian autentik pada setiap mata pelajaran serta menilai sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
(Ez/naratawa)
Baca Juga di Google News